Qola Ismail atau Kala Ismail : Aku menggunakan kata ini karena aku berpikir hidupku seperti seorang Nabi bernama Isnail,. Sebuah perjalanan hidup, dimana aku harus memilih kebebasan ku atau ikut dalam ketaatan ku bersama orang tua ku. Lalu ternyata aku adalah Ismail yang akan mengikuti harapan orang tua ku namun tetap berharap seperti masa dimana Ismail terus berharap saat itu ada keajaiban dari tuhan untuk membebaskan dia. Dan untuk ku adalah kebebasan dari PENYIMPANGAN ini.

Inilah kisah terbaik yang ku miliki bersama ADITYA

Sebelumnya aku mungkin telah begitu sering membahas dan memperkenalkan pria ini.


Yang ku tulis mungkin selalu tentang ke sempurnaan dari seorang yang memberikan setahun hidupnya pada ku. menghancurkan karirnya hanya karena rasa kecewa kepada ku saat itu.



Namun jangan khawatir, jika ada yang berniat untuk menghapuskan ingatan ku padanya lakukanlah. karena kenyataanya Aditya telah hilang dan tidak dapat aku temukan. semua hal yang dahulu dapat menghubungkan ku sudah hilang, dari FB, nomor telpon bahkan tempat kerja. Ketika aku bekerja di Restoran, aku sangat dekat dengan HRD ku. Mulai dari bekerja di Billiard sampai akhirnya aku di resto, aku sudah mulai terbuka dengan penyimpangan ku pada teman kerja. Tapi keterbukaan ku masih terbatas, aku hanya terbuka di tempat kerja selain itu aku masih seorang yang suka bersembunyi.


Suatu hari HRD ku memberikan aku saran tentang masalah ku dengan Aditya. Hari itu aku sedang galau tingkat dewa, karena aku berkata padanya mungkin aku tidak bisa memiliki pasangan karena aku berharap pasangan ku seperti Aditya.

Lalu dia berkata padaku "kamu ingat dengan Rio (seorang marketing di resto) sekarang dia bekerja di hotel tempat mantan mu. kamu bisa meminta bantuannya untuk mencarikan informasih tentang mantan mu."


Ide HRD ku ini sangat benar, lalu dengan ceroboh aku mencoba mengkontak Rio dengan awalnya say hello, karena kami sudah lama tidak saling berkomunikasi. Tapi baiknya saat itu ternyata Rio merespon chat ku dalam beberapa hari, dan di dalam beberapa hari itu akhirnya aku mulai berpikir.


Sebenarnya aku tidak perlu mencarinya (Aditya), karena yang terjadi! dia yang meninggalkan ku dan menghilang. Aku yang tidak bisa menghubunginya, tapi dia bisa melakukan hal itu jika dia sudah memaafkan ku. Hal lain menambah keraguan ku untuk mencarinya, aku berpikir bahwa kejadian itu sudah terjadi tiga tahun lalu. Saat itu Aditya sangat cepat menghilang dari hidupku dan pekerjaannya. Jika Aditya memilih resign dari tempat kerjanya apakah mungkin dalam dua minggu dia melakukan pengunduran diri secara baik disana dan ada berapa orang yang mengenang dan tahu tentangnya. Lalu aku berpikir bahwa aku harus berhenti dan menyerahkan semuanya pada waktu, seperti yang pernah aku lakukan sebelumnya terhadap semua jalan hidupku.


Maka semua hal ini membuat aku berhenti untuk mencarinya. Aku hanya berpikir selama aku masih sendiri dan Aditya ternyata akan mencariku dan memaafkan ku, maka aku akan memilihnya untuk menjadikan ku keluar dari masalah penyimpangan ini.




Mari mulai bercerita tentang perjalanan cinta ku bersama Aditya.



Sebelumnya aku telah menulis kisah cinta bersama beberapa wanita. Kali ini mungkin adalah kesempatan ku untuk menceritakan hal-hal yang sebenarnya. Sebuah perjalan kisah cinta yang sempat aku miliki, yang kadang hancur oleh ku dan terkadang oleh orang lain. Rasanya saat akan menulis ini aku masih ragu, aku berpikir orang lain akan tahu siapa aku sebenarnya tapi terkadang terus menulis membuat aku sadar bahwa akun yang aku gunakan tidak mungkin mengungkapkan jati diri ku.


         Mari aku aku ceritakan kisah cinta terbaik milik ku bersama seorang pria bernama Aditya Pratama. Seorang pria yang bekerja di sebuah hotel di Palembang lalu pindah ke Jogja karena mutasi kerja. Dengan tuntutan pekerjaannya, Aditya adalah suka gym dan memiliki stylis yang terlihat seperti metroseksual. Pertama kali aku bertemu Aditya sudah aku tulis di lembaran bersama Hardian, dimana hari itu aku sedang merayakan kelulusan ku ketika SMA. Pertemuan itu berjalan hanya dengan makan dan mengobrol lalu dia pulang dan kami tidak bisa bertemu lagi karena aku sudah balik ke Prabumulih. Hubungan kami terus berjalan, Aditya saat itu cukup intens melakukan komunikasi dengan ku melalui sosial media atau nomor telepon ku. Aditya adalah pria yang sudah terbuka dengan kehidupan gay nya, dia berasal dari Bandung namun semua keluarga sudah menetap di Palembang. Pada pertemuan ku dengannya di SMA, Aditya sepertinya berusia 25 tahun dengan tampang bertubuh atletis dan rambut klimis dia merupakan kesempurnaan bagi seorang gay.

Sedikit yang dapat aku tahu darinya kenapa dia ingin berhubungan serius dengan ku. Dia suka anak muda namun yang maskulin dan nilai terbaik sebenarnya adalah saya memiliki penampilan seperti orang yang pernah membuat dia jatuh cinta lalu meninggalkannya menikah hingga dia menjadi seperti saat ini. Pria tersebut berasal dari keluarga yang terpandang dengan kepercayaan agama yang kuat hingga membuat pria itu menikah dan sekarang telah pindah ke Malaysia. Dalam perjalanannya Aditya berkata dia telah mencoba banyak hal, bertemu para pria lalu di permainkan, atau bertemu lalu di tinggalkan dengan alasan yang sama. Namun dengan ku sedikit berbeda, rasa cuek saat bertemu dengannya dan tidak ada niat untuk mendekatinya menurut dia menjadikan hal itu memiliki nilai tersendiri.

Padahal semua itu ada banyak hal yang aku pikirkan, aku merasa tahu diri dengan keadaan ku, aku juga menyadari bahwa aku akan balik ke kota ku, dan hal paling utama aku masih tidak berpikir tentang hubungan yang panjang bersama pria. Keluarga Aditya telah tahu tentang penyimpangan Aditya, maka karena hal inilah kisah cinta kami harus bermasalah, karena ternyata aku masih tidak siap dan membuat Aditya meninggalkan aku.



Hari itu aku mengikuti tes SNMPTN untuk masuk kuliah, aku memilih pada kampus-kampus ternama seperti ITB dan IPB. Semenjak Aditya memberi tahu dia pindah ke Jogja aku tidak pernah berpikir untuk berhubungan lagi dengan pria itu. Lalu tiba-tiba hasil ujian keluar dimana setiap jurusan yang aku pilih tidak ada yang lolos. Padahal aku berpikir jika aku bisa masuk perguruan tinggi negeri aku akan berusaha mendapatkan beasiswa dan uang yang sudah aku kumpulkan akan menjadi pegangan sehari-hari ku. Kekecewaan hari itu aku tulis di beranda FB ku, dengan sebuah do’a konyol seperti anak muda yang biasa galau. Ternyata Aditya selama ini terus memperhatikan diriku dan dia berkomentar di postingan itu. Tapi karena tidak ada niat apa pun dan juga aku saat itu hidup ku banyak masalah serta masih sibuk bekerja, jadi tidak tahu dia merespon postingan itu.

Tiba-tiba saat sedang istirahat di rumah telpon ku berbunyi, di layar hp tertulis nama penipu yang membuat aku sebentar berpikir lalu sadar bahwa itu Aditya. Mulailah percakapan kami dengan bertanya kabar dan dia langsung membahas tentang niat ku untuk kuliah.

Aditya bertanya,"bagaimana kabar mu Kal, aku membaca status di FB mu kemarin dan sepertinya kamu memiliki masalah. Bolehkah aku mendengar cerita mu, kebetulan aku sedang tidak memiliki teman mengobrol malam ini."

Aku mencoba menjelaskan kepada Aditya, "aku baik-baik saja bang namun sepertinya aku tidak mungkin melanjutkan kuliahku. Biaya kuliah yang mahal dengan tabungan ku yang hanya terkumpul enam juta lebih tidak akan membantu ku bertahan jika aku memilih kuliah di swasta." tidak ada terpikir apapun saat itu kecuali rasa senang ada teman untuk berbicara masalah itu karena masa kuliah memang aku tutupi dari orang tua ku.

Obrolan malam itu menjadi cukup panjang, lalu hal yang menggangu Aditya adalah saat aku berkata padanya sepertinya aku akan menyerah.

Saat kami terus bicara, aku memcoba mengajaknya untuk tidak serius dan berkata, "sepertinya aku sudah menyerah bang, akan membatalkan niat ku untuk kuliah, lalu mengikuti keinginan orang tua ku yang terus meminta ku untuk menikah. serpertinya itu akan menyenangkan bang." aku tertawa dalam telpon itu.

Lalu Aditya berkata mungkin dia akan mendapatkan cara agar aku bisa kuliah, lalu pembicara kami berlanjut pada rasa penasaran Aditya terhadap hubungan ku bersama laki-laki. Aku menceritakan semuanya pada dia termasuk hubungan ku bersama Akbar, mungkin saat itu dia berpikir aku sangat hina. Tapi pembicaraan kami terus berlanjut, tidak ada yang aku tutupi tentang apapun yang terjadi antara aku dan Akbar. Aku berpikir saat itu bahwa Aditya hanyalah orang yang sudah jauh meninggalkan aku, membicarakan hubungan yang kamu simpan sendiri secara terbuka dan lepas kepada orang lain adalah kepuasan bagi ku malam itu tanpa memikirkan perasaan Aditya. Hingga kami bersama, barulah Aditya bercerita tentang marah dan bencinya dia pada ku saat mendengar kisah di awal antara aku dengan Akbar. Namun semakin jauh kami bercerita barulah dia dapat berpikir baik, kedekatan ku dengan Akbar memberikan nilai baik. Dengan Akbar aku bisa memutuskan menjauhi segala macam sosial media agar tidak merusak diri, lalu mulai lebih taat dengan agama ku serta yang menjadi harapan besar Aditya adalah karena aku mengatakan bahwa Akbar seorang pria yang akan menikah. Aditya mengatakan, kalau saat itu dia merasa tidak perlu cemburu ataupun takut aku akan terus bersama dengan Akbar.

Hingga akhirnya Aditya memutuskan untuk menanyakan pada ku, apa aku masih ingin melanjutkan kuliah jika memiliki cara untuk menyelesaikan hal itu. Lalu dengan kalimat-kalimat yang begitu menjanjikan, aku menjawab iya pada nya karena aku berpikir malam itu apakah aku benar-benar siap untuk menikah dengan seorang wanita saat aku tidak memiliki kemampuan dalam membangkitkan hasrat terhadap wanita. Pengalaman seks ku bersama wanita pertama kali dan terakhir kalinya bersama Fitri ketikan masih SMA. Hubungan itu menjadi buruk, dimana aku menyadari aku tidak bisa berhubungan dengan wanita dan itulah yang membuatku ragu untuk menikah.


Setelah percakapan malam itu ternyata dia terus memikirkan hal terbaik apa agar aku bisa kuliah dan tidak jadi menikah dengan wanita. Sebagai seorang yang beriman, aku berpikiran apa yang Aditya lalukan dengan mencoba menghalangi ku menikah adalah hal yang sangat egois serta terlalu memikirkan diri sendiri. Tapi rasanya sampai saat ini aku berpikir hal itu terasa benar, akan percuma bagiku jika menikah dengan wanita tapi tidak tahu cara memperlakukannya dan jika aku bisa menidurinya lalu mempunyai anak akan lebih sulit bagi ketika alam bawah sadar ini memanggil ku untuk berhubungan dengan pria dan aku tidak dapat menolaknya. Lalu hal terburuk adalah jika aku menikah dan pada suatu masa keluarga dan Istri tahu atas penyimpangan ku, semua itu akan menyakitkan bagi setiap orang. 


Aku dan Aditya berbeda agama, Aditya adalah seorang Kristiani yang taat.

Lalu hari berikutnya Aditya kembali menghubungi ku, disaat permasalahan keluarga sudah menumpuk dalam kehidupan ku. Kedua orang tua ku memutuskan akan bercerai, Raffa yang terus-menerus membuat nama keluarga menjadi buruk. Permasalahan itu membengkak dalam kepalaku, membuat ku berpikir untuk meninggalkan mereka walaupun bukan bersama Aditya. Tapi hari itu Aditya memberi harapan, dia menyuruh datang kepadanya untuk tinggal bersama dan melanjutkan cita-cita ku. Aku terus menerus bertanya padanya tentang apa yang akan kami lakukan, karena pergi begitu jauh dengan bermodalkan harapan sangat tidak realistis untuk aku lakukan. Aditya meyakinkan ku bahwa aku tidak perlu khawatir tentang apapun, semua hal akan menjadi tanggung jawabnya. Uang yang aku punya bisa aku simpan sendiri, jadi tidak perlu aku takut bahwa di suatu hari dia akan meninggalkan aku.

Dengan kalimat-kalimat itu, aku yang tidak memiliki pilihan meminta waktu pada Aditya untuk menyiapkan semuanya dan mencari cara untuk menjelaskan kepada orang tua ku bahwa aku akan baik saja jika memutuskan untuk kuliah di Jogja. Semua cerita sudah aku persiapkan dengan baik, untuk mendukung cerita itu aku butuh sahabat ku Satria, lalu meyakinkanya bahwa aku memiliki alasan yang tepat pergi ke Jogja. Akhirnya Satria memberi tahu ku bahwa ada seorang teman bernama Wahyu yang kuliah di Jogja dan wahyu pun dahulu cukup dekat dengan ku.

Maka cerita ini pun dimulai, aku pergi ke Jogja dan di terima oleh Wahyu hari itu waktu pertama datang ke kota itu. Aku meminta Aditya untuk bersabar karena aku butuh Wahyu percaya bahwa aku datang hanya untuk kuliah sekaligus dapat meyakinkan Satria lalu Satria akan membantu ku meyakinkan orang tuaku bahwa aku di Jogja baik-baik saja. Pada awalnya semua berjalan seperti apa yang aku harapkan, hingga Wahyu mengajak ku mencari kosan agar aku lebih dekat dengan kampus. Wahyu yang sudah semester akhir tidak bisa membantu ku untuk terus mengantarkan kuliah atau mengizinkan aku tinggal di kosnya lebih lama. Hari itu aku bingung, lalu aku menelpon Aditya tentang masalah ini untuk mencari penyelesaian bersama. Tapi aku tidak tahu jika hari itu dia memiliki banyak masalah di hotel, Aditya marah dan menyerahkan semuanya pada ku.

Aku berkata padanya di dalam telpon, "bagaimana bang? aku tidak bisa menolak hal ini, aku tidak memiliki alasan agar teman ku ini percaya bahwa aku memiliki tempat lain untuk di tuju."

Aditya menjawab dengan marah, "lalu buat apa kamu bertanya jika jawabannya kamu tetap menyewa kos? aku telah menyiapkan semuanya disini bersama ku. lau apa gunanya. bagaimana aku akan memikirkan membayar kos mu itu, Kal?"

"Aku akan membayarnya sendiri bang, aku masih memiliki tabungan. aku hanya berharap abang mengerti bahwa aku sangat takut tentang rasa penasaran temanku ini dan akan membuat orang tua ku tahu alasan ku ke Jogja selain kuliah." Aku mendengar tarikan napas panjang dalam telpon itu.

Dia merasa semuanya salah ku karena masih bersembunyi menutupi penyimpangan ku, dia sudah menyiapkan tempat tinggal yang dekat dengan kantornya dengan halaman rumah yang indah agar aku dan dia dapat bahagia disana. Lalu tanpa aku mengerti dan sadar ternyata aku menangis, hal itu mungkin karena aku merasa terharu atau merasa kaget dengan nada kerasa darinya. Sesaat telpon kami berhenti aku menoleh kesekitar ku dan ternyata Wahyu melihat ku menangis, di wajah Wahyu terlihat raut seseorang yang merasa aneh serta penuh tanya kepada ku. Aku kembali ke kamar dengan mata sembab ku, Wahyu terus bertanya dan akhirnya aku harus membuat cerita tentang masalah orang tua ku kepadanya. Saat itu rasanya aku tidak berbohong, karena permasalahan keluarga ku semakin besar antara ayah dan mama yang dimana ayah tidak ingin bercerai. Wahyu yang sebelumnya sudah tahu cerita itu dari Satria langsung percaya dengan cerita ku dan memberikan banyak masukan positif kepada ku. Karena tidak ingin ada yang curiga dan rasa terima kasih ku pada Wahyu yang telah membantu ku sejauh itu, aku mengiyakan untuk menerima kos itu dan membayar kos itu dengan uang pribadi ku. Namun kosan itu menarik banyak uang tabunganku karena ternyata tempat itu harus dibayar dalam satu tahun. Setelah persiapan selesai aku bertemu dengan Aditya malam itu, dia minta maaf kepada ku atas apa yang di lakukan sebelumnya. Aku memaafkannya dan menjelaskan semuanya, lalu Aditya berkata akan mengikuti semua yang sudah aku rencanakan asalkan itu akan baik bagiku dengan dirinya.



Kisah cintaku bersama Aditya dimulai dalam kota yang selalu orang sebut dengan kota sejuta kenangan.

Hanya berjalan mungkin dua Minggu kebiasaan Wahyu menemui ku di kos, hal itu di lakukannya karena rasa tanggung jawabnya terhadap ku. Aku yang menurut orang-orang terdekat ku tidak memiliki siapapun di Jogja kecuali Wahyu menjadikan Wahyu seperti bertanggung jawab penuh pada ku. Namun kesibukan di semester akhir membuat dia makin menghilang dan aku pun meyakinkan dia bahwa aku baik-baik saja. Kamar 2x2,5 centimeter senilai 3.600.000 yang aku terpaksa bayar itu hanya berisi kasur tipis, jam dinding, rice cooker dan koper penuh pakaian yang aku bawah dari kampung ku. Tapi itu akan menjadi hal terbaik nantinya ketika keputusan ku dan Aditya untuk berpisah karena ternyata aku bisa menyimpan barang itu di tempat teman-teman ku. Namun jangan membahas perpisahan dahulu, ini harusnya tulisan untuk sebuah kisah cinta seorang pria dengan pria yang sangat bahagia sehingga sampai detik ini, pria ini berharap seseorang yang sempurna seperti Aditya akan datang kembali pada hidupnya.


Aku dan Aditya seperti merasa bebas dalam hidup kami ketika tinggal di sebuah kota yang jauh dari orang-orang yang aku kenal. Kos itu hanya aku gunakan paling lama lima jam dalam sehari. Tapi terkadang aku harus menginap disana jika teman-teman kuliah tiba-tiba mengajak mengerjakan tugas di kos ku. Aditya menjadi pasangan terbaik dalam hidupku, dia mampu menerima posisinya untuk terus berada di persembunyian hanya agar aku tetap aman. Aku yang berpikir akan mulai tidak mau perduli tentang siapapun jika akhirnya tahu aku gay di Jogja, akhirnya harus menahan itu kembali karena sepupu Wahyu ternyata kuliah di jurusan yang sama dan satu angkatan dengan ku. Sebuah image tentang seorang pria yang pintar, cukup tampan dan dingin sudah terbentuk pada setiap orang yang ada di angkatan ku. Niat untuk tidak membuat Aditya serba salah dengan terus bersembunyi aku batalkan karena aku tidak ingin orang tua ku mendengar kabar buruk apapun tentang ku.

Lalu beruntungnya aku memiliki Aditya, ketika semester pertama aku memiliki jadwal yang cukup padat hingga harus pulang ke kos untuk menunggu Aditya menjemput ku ketika pulang kerja. Atau terkadang aku akan memberi kabar jika teman-teman akan mengerjakan tugas di kos ku karena posisi kos yang sangat dekat dengan kampus dan memiliki ruang tamu yang cukup besar untuk dapat menerima sepuluh orang yang berkunjung. Kisah ini sungguh baik bagi ku, anda akan merasa bosan karena kalimat ini akan terus berulang aku tulis pada bagian ini. Terkadang Aditya memberikan motornya kepada ku agar bisa kerumah tanpa harus menunggu. Atau jika aku mulai menulis postingan di sosial media yang mengatakan bosan, tanpa aku harus minta Aditya memesankan taksi untuk ku dan mengantar ke hotel. Baik aku atau pun Aditya tidak menutupi kebahagiaan kami di dalam hotel tersebut. Kadang memang pada posisi ku, sering sekali aku merasa canggung ketika seseorang melihat serius atau aneh kepada kami. Tapi Aditya selalu ada untuk ku, terkadang dia akan menunjukkan ketegasannya atau terkadang dia tahu untuk menahan diri dan menjaga jarak pada ku.




Mari aku gambarkan rumah indah itu pada kalian,

Berada sekitar dua kilometer dari hotel dan berada di kompleks perumahan yang cukup tenang namun masih asri menjadikan semuanya seakan sempurna. Dengan dua kamar tidur, ruang tamu dan dapur yang sudah lengkap di rancangnya seakan kami adalah sepasang pria gay dalam sebuah film romantis yang cukup sering aku tonton belakangan ini. Hal yang tidak kalah indahnya dari semua itu adalah taman kecil di depan rumah dengan kolam ikan yang menjadikan kami tidak tinggal berdua saja. Hari itu aku tidur dirumah karena aku sedang melaksanakan ujian tengah semester dan ada hari dimana jadwal ku kosong. Mungkin aku terlihat sangat lelah hari itu bagi Aditya, kebiasaan Aditya yang sering membangunkan ku untuk sholat subuh hari itu tidak dilakukannya. Aku yang bangun pukul 09:00 pagi mendapati rumah sudah sepi, di meja makan sudah dingin nasi goreng yang dimasak oleh Aditya.


Di samping nasi itu terletak kertas dengan pesan didalamnya. Aditya menulis kata maaf karena tidak tega membangunkan aku, dia mengucapkan selamat istirahat dan berliburan dirumah, dia mengingatkan aku jika nasinya sudah dingin aku bisa menghangatkannya kembali, dia bilang jika tidak terlalu sibuk dia akan balik untuk makan siang bersama dirumah atau nanti kita keluar. Semua kisah bersamanya begitu sangat menyenangkan, saat menulis kisah ini aku rasanya ingin kembali pada masa itu merubah sebuah kesalahan saat itu.


Waktu cukup berlalu begitu cepat, Aditya tidak pulang ke rumah dan juga tidak memberi kabar. Karena jarak hotel dengan rumah cukup dekat aku berpikir untuk berjalan kaki dan memberikannya kejutan atas kedatangan ku. Perjalan dari rumah ke hotel tidaklah membosankan dan melelahkan, pohon-pohon yang rindang sepanjang jalan membuat ku tidak begitu lelah. Sesaat aku berhenti disebuah angkringan disamping XXI diseberang hotel tempat Aditya berkerja, disana aku membeli es jeruk dan melanjutkan berjalan. Setiba disana aku langsung bertanya dengan orang yang berada di receptionis namun ternyata Aditya sedang meeting dengan orang dari hotel pusat yang mereka bilang sudah cukup lama. Aku merasa ada banyak hal yang tidak aku ketahui tentang sulitnya dia dengan pekerjaannya selama ini namun Aditya tidak pernah membagikan kesulitan itu bersama ku. Lalu wanita itu menyuruh menunggu diruangan Aditya saja, mereka yang tahu akan hubungan kami terkadang sangat terbuka dan baik kepada ku. Selama menunggu tiba-tiba seseorang karyawan masuk mengantarkan makanan ke dalam kantor.

Lalu aku bertanya, "untuk siapa makanan itu?" pria itu meletaknya di depan ku. Ternyata seseorang sudah menyampaikan ke Aditya kedatangan ku, lalu dia menyuruh bagian dapur untuk membuatkan ku makan siang selagi menunggu dia selesai meeting.


Hubungan sesempurna ini bahkan seperti mimpi bagiku, dan jika aku sadar itu nyata hanya membuat aku merasa bersalah telah menolak niat baik pria itu.


Perjalan ini terus berlangsung begitu baik, akhir pekan ku selalu aku berikan pada Aditya. Namun untuk membuat hidupku terlihat normal bagi setiap orang terutama sepupu wahyu, aku mengikuti banyak kegiatan organisasi seperti jurnalistik dan himpunan mahasiswa. Lalu kegiatan inilah yang terkadang menyita waktuku dan membuat Aditya merasa sedikit terganggu. Terkadang dia langsung mengatakan ketidak setujuanya kepada pilihan ku untuk menyibukkan diri. Tapi hubungan kami di mulai dengan komunikasi yang baik, maka selalu setiap hal kami bicarakan bersama tentang maksud dan tujuannya serta manfaatnya bagi ku atau bagi kami. Inilah yang menjadikan ku tidak dapat berpikir buruk pada Aditya, walaupun suatu hari nanti ucapannya akan sangat menyakiti ku.

Kesibukan ku mulai aku kurangi terutama hal yang aku anggap tidak menguntungkan bagi ku. Jika hari libur kami makan diluar dan menghabiskan waktu kami lebih banyak dengan jalan-jalan di jogja. Maka hari biasa kami akan habiskan di rumah dengan menonton TV bersama, memasak, membersihkan rumah atau bermain PlayStation. Hal seperti itulah yang kami jalani selama satu tahun bersama dengan tidak menemukan masalah apapun sebelumnya. Hari dimana Aditya demam, aku yang memasakan sayur daun katu nama masakan itu, karena tidak banyak masakan yang aku bisa saat itu hanya itu aku buat agar dia bisa hangat. Tubuh besar, dengan badan atletis dan wajah yang sempurna itu tidak dapat aku hilangkan dalam hidupku. Pada saat sakit itu dia begitu manja pada ku, rasanya aku menyadari sesuatu hari itu bahwa setiap pria gay pasti memiliki sisi lembut. Aditya yang demam menyadar di tubuhku, rasanya sedikit aneh karena dalam kehidupan bersamanya aku sering memposisikan diriku seperti anak kecil yang selalu butuh perhatian. Aku sangat bahagia dan aku rasa kebahagiaan itu juga yang di rasakan Aditya saat bersamaku selama itu.

Dalam setiap perjalanan ku bersama Aditya yang terlalu tertutup dan disembunyikan dari orang banyak membuat ku tidak berani memiliki photo-photo yang berhubungan dengan dia. Hal ini membuat ku menyalahkan diriku, karena terlalu takutnya dengan pemikiran orang yang akan bertanya siapa dia, kenapa bisa aku berkenalan dan lainnya, membuat aku ragu hingga tidak memiliki kenangan yang banyak dengannya.

Hingga hari itu kami pulang dari hotel kerumah dengan jalan kaki, pukul lima sore kurang sedikit kami meninggalkan hotel. Hari itu adalah hari-hari ketika sudah masuk bulan puasa ramadhan, dan kami mulai membiasakan diri untuk lebih sering bersama. Lalu dijalan kami bertemu dengan ibu-ibu yang sedang mengasuh anaknya yang mungkin berusia tiga tahun. Anak itu begitu lucu, Aditya yang begitu ramah dan terlihat tidak berbahaya mendekati anak itu dan orang tuanya. Lalu sambil mulai bercanda dengan anak itu dia mengajak ngobrol ibunya dan terkadang tertawa kearah ku. Dia sangat bahagia, dia begitu mudah akrab dengan orang lain dan itu juga berlaku pada anak kecil. Aku yang tidak ingin mengganggu kebahagiaan itu hanya tersenyum dan memperhatikan mereka hingga Aditya mengajak ku untuk pulang. Di jalan dia terus membahas anak kecil itu, dia merasa senang dapat bermain walau pun hanya sebentar. 

Dia menanyakan pendapat ku, "bukannya anak tadi lucu, Kal? mungkin akan menyenangkan jika kita bisa mengadobsi seorang anak." aku tersenyum dan kaget mendengar hal itu.

Aku yang pada dasarnya masih berpikir apakah hubungan yang kami lakukan benar atau salah menjawab seadanya. "Benar bang, itu sangat menyenangkan. tapi alangkah baiknya jika kita memiliki seorang anak dari darah daging kita sendiri. bukannya sperma kita masih bagus!" Aditya diam dan merasa tidak ingin membahas itu lagi, saat itu aku tidak berniat apapun selain mengatakan yang aku bisa.

Dalam kediamannya aku menambahkan banyak cerita yang menjelaskan bahwa aku memiliki saudara yang banyak dan semua sudah menikah. Aku menegaskan bahwa hampir semua anak mereka aku yang merawatnya karena begitu dekatnya aku dengan saudara-saudara ku. Ucapan ku terus berlanjut tanpa aku pikirkan akan membuat Aditya menghentikan pembicaraan itu.

Namun aku terus bicara dan mengatakan jika aku sangat berharap segera memiliki anak yang lucu seperti anak tadi, bermain bersama, merawatnya,  dan memastikan dia tidur dimalam hari sebagai seorang ayah. Aditya yang sadar bahwa pembicaraan ku akan berujung kemana menghentikan aku bicara karena kami sudah di dekat rumah dan aku akan segera berbuka puasa. Hari itu aku pikir Aditya akan tetap menjadi seseorang yang dewasa dan dapat aku andalkan dalam hidupku sampai akhir nanti.

Hingga malam dimana aku tidur bersamanya, kami melakukan hubungan seksual seperti biasanya. Aku tidak pernah meminta Aditya untuk menjadi bottom seutuhnya, tapi dia sangat tahu bahwa aku tidak akan pernah menjadi seorang bottom. Kami melakukan hubungan seks itu cukup lama, hingga punya ku telah selesai lalu aku harus tetap terlihat aktif karena harus membantu dia menyelesaikan urusannya dengan kemaluan miliknya. Setelah setiap orang telah mendapatkan kepuasan masing-masing, Aditya membuka sebuah obrolan malam itu yang menjadi masalah kami. Pada waktu itu hari raya idul Fitri sudah semakin dekat, orang tua Aditya yang salah satunya adalah muslim membuat dia berpikir akan pulang ke Palembang bersama ku.

Awalnya pembicaraan itu masih biasa saja, "Lebaran nanti kita pulang ke Palembang ya?" sambil mengelus kepala ku yang masih berada diatas dadanya.

Malam itu aku berpikir ide dia sangatlah bagus, aku yang ingin sekali melihat keadaan orang tuaku yang baru rujuk kembali sangat bersemangat dengan ide nya. Namun Aditya melewati batasnya, dia ingin sekali pulang dan mengenalkan ku pada keluarganya. Sampai batas itu aku masih tidak memiliki masalah, Aditya yang dari awal sudah bilang jika semua orang terdekatnya telah tahu penyimpangannya pada pria membuatku tidak terlalu khawatir. Tapi Aditya malam itu juga meminta ku saat pulang nantinya akan mengajaknya untuk kerumah ku dan memperkenalkan pada keluargaku bahwa kami sebagai pasangan gay.

"hubungan kita sudah hampir masuk satu tahun Kal, aku merasa kita tidak perlu lama-lama bersembunyi dari keluarga mu. Bukan kah akan sangat menyakitkan bagi mereka jika sampai tahu yang sebenarnya dari orang lain? dan kamu juga bukannya bahagia bersama ku?" Aku mengangkat kepala ku dari tubuhnya dan duduk. Aditya menatap ku yang saat itu akan mengatakan sesuatu yang sepertinya mungkin dia sudah siap atau tidak sama sekali.

Malam itu aku merasa kami bicara seperti biasanya, aku tidak menggunakan kata kasar hanya saja aku bilang, "untuk pulang dan bertemu keluarga mu dan memberi tahu mereka, aku  masih bisa melakukannya bang tapi untuk bagian ku, aku rasa itu tidak mungkin. itu akan terasa sangat menyakitkan bagi siapa pun."

Aku menegaskan pada Aditya bahwa itu benar-benar sangat mustahil, lalu Aditya bangun dan berada didepan wajah ku. Dia menanyakan hal itu berulang kali, seakan-akan dia berharap bahwa aku akan merubah pendirian ku dan menjawab iya bahwa aku akan terbuka dengan semua ini.

Dia berkata, "akan sampaikan kapan kamu sembunyi, apakah mungkin kamu dapat sembunyi terus dari apa yang sudah kamu buat selama ini dengan bersama pria-pria lain! jangan terlalu bodoh Kal, tidak ada yang bisa terus bersembunyi."

Malam itu Aditya terlalu mendorong ku kembali kepada rasional ku, aku menjelaskan padanya bahwa tidak mungkin aku menikah dengan seorang pria karena tidak akan memberikan ku keturunan. Aku mengingatkan Aditya kejadian sebelumnya, aku bilang kepadanya jika hal ini dia bahas karena kejadian anak kecil itu maka seharusnya hari itu kamu sudah tahu jawaban ku.

Aditya marah padaku dan dia mengatakan perkataan menyakitkan, "kamu tidak tahu diri dan tidak pernah bersyukur. kamu telah terlalu jauh memanfaatkan hidupku untuk ke egoisan mu saja, apakah kamu berpikir aku seperti pria-pria yang kamu temui yang membayar kamu lalu meminta untuk dipenuhi napsunya saja? kalau kamu berpikir seperti itu, kamu tidak lebih dari apapun, masih banyak anak muda yang tampan dan memiliki kemaluan yang besar. tidak ada yang harus kamu banggakan didepan ku, aku menyukai mu karena kamu mengingatkan ku pada seseorang walaupun ternyata kebaikan mu dan pendirian mu yang membuat aku tertarik padamu tapi tidak melebihi apapun." Bagitulah kurang dan lebih kemarahan pria yang merasa aku hanya memanfaatkannya tanpa memiliki rasa untuk bersama. Lalu dalam kekesalan ku dan kekecewaan ku mendengar ucapan itu, aku pergi ke kamar yang satunya meninggalkan pria itu.


Walaupun aku berusaha keras untuk terlihat seperti pria pada umumnya, yang nakal, pandai atau sebuah perilaku humoris untuk tak terlihat menyimpang tapi aku ketataplah aku. Baik Aditya ataupun aku atau mungkin orang seperti kami sangatlah sensitif, malam itu aku menangis karena ucapan darinya. Banyak hal yang terpikir olehku malam itu, aku merasa menyesal telah mengambil keputusan pergi mendatangi Aditya. Aku merasa takut tentang apa yang akan terjadi padaku jika akhirnya kami berpisah. Aku yang sudah tidak memiliki siapapun di Jogja karena Wahyu sudah selesai kuliah, tidak memiliki tempat bersandar siapapun disana. Uang yang hanya tinggal empat juta dari kiriman terakhir orang tua ku tidak mungkin dapat membantu ku bertahan menyelesaikan pendidikan ku. Tangisan itu semakin panjang malam itu sedangkan kasur dan bantal basah oleh air mata ku, lalu dalam kelelahan karena menangis aku tertidur lalu merasakan Aditya menghapus air mata ku malam itu.

Hingga pagi hari aku menyadari Aditya berangkat kerja tanpa meninggalkan apa pun, dia hanya menulis nomor taksi agar aku bisa pulang ke kos untuk kuliah. Hari kami menjadi dingin setelah itu, waktu semakin dekat dengan hari raya dan aku harus berpikir bahwa aku tidak akan pernah pulang ke rumah. Semenjak itu Aditya tidak pernah berusaha memanggil ku kerumah, lalu terkadang aku memberanikan diriku untuk datang namun dia hanya memperlakukan ku sebagai tamu di rumah itu.



Lalu hari itu datang, aku mencoba memperbaiki hubungan tanpa berpikir untuk mengiyakan ajakan dia. Aku datang ke rumah namun Aditya tidak ada dirumah padahal hari itu adalah hari libur baginya, aku berpikir dia ada di hotel hari itu hingga aku menyusul dia kesana. Semua orang disana seperti nya tidak tahu permasalahan kami, mereka masih menyapa dan memperlakukan ku seperti biasanya. Aku bertanya pada receptionis tentang keberadaan Aditya, lalu mereka memberi tahu bahwa Aditya ada di kamar hotel sedang menemui tamu. Karena penasaran aku bertanya tentang hubungan Aditya dengan tamu itu, karena tidak biasanya Aditya berada di kamar hotel. Mereka menjelaskan bahwa itu adalah temannya, nama kamar pun atas nama Aditya yang memesan. Saat itu aku berpikir baik, aku hanya penasaran untuk memastikan apa yang sedang terjadi sekaligus meminta maaf padanya. Aku menuju kamar itu, lalu saat pintu kamar dibuka seseorang pria sedang memakai handuk membuka pintu kamar.

Aku mulai berpikir buruk, ketika aku mulai bertanya apakah ada Aditya didalam aku mengintip dari pintu dan melihat Aditya sedang duduk di depan jendela dengan memakai celana pendek tanpa baju. Aku merasa hari itu semua sudah berakhir, lalu orang itu menghalangi ku melihat lebih lama dan bertanya tentang hubungan ku dengan Aditya. Aku hanya memberikan namaku padanya lalu pergi meninggalkan kamar itu dan pulang kerumah untuk mengambil tas ku. Sesaat sebelum mencapai gerbang ternyata Aditya ada di belakang ku, lalu di mangajak ku masuk ke rumah dan mulai bertanya. Aditya marah padaku namun yang tidak aku pikirkan bahwa dia mengharapkan sesuatu dari ku hari itu.

Aditya bertanya padaku, "ada masalah apa kamu harus menemuiku di hotel. Dan bagaimana bisa kamu berpikir untuk menyusulku ke kamar tamu sedangkan sebelumnya kamu bilang akan tetap bersembunyi."

Dalam keadaan kecewa dan tidak memiliki harapan akan masa yang sama seperti dulu namun tanpa tuntutan, aku menjawab, "maaf telah membuat abang terganggu, aku hanya akan pamit. sepertinya kita sudah menemukan jawaban dari masalah malam itu."

Aku berpikir selama beberapa hari itu dia bersikap dingin pada ku tidak mungkin dia dapat bertahan lama dan akan memulai hal itu kembali. Pikiran ku terlalu realistis untuk mengatakan bahwa Aditya hanya membutuhkan waktu tanpa keinginan seks yang biasa dia dapatkan. Permasalah kami semakin kompleks, meyakinkan ucapan ku dengan ikut mengatakan bahwa kami harus mengakhiri semua ini dan dia juga bilang apa yang aku liha,t jelas sudah bisa aku mengerti. Dia berkata mulai saat ini tidak perlu lagi aku datang ke rumah ataupun ke hotel karena dia akan mencoba dengan orang baru. Dia menyuruh ku untuk terus bertahan dalam persembunyian ku jika menurut ku itu baik bagi kehidupan ku nantinya.




Kisah cintaku berakhir bersama Aditya hari itu, aku tidak pernah ke rumah atau pun hotel karena aku juga tahu Aditya pasti sedang cuti dan pulang ke Palembang. Aku sendiri melewati hari raya idul Fitri di Jogja tanpa Aditya yang aku pikirkan kisah kami akan berjalan baik dan lama. Nomor Aditya sudah tidak aktif, akun Facebook sudah bersih dari postingan dan aku tidak dapat berteman lagi dengannya. Tidak ada cara bagiku untuk menghubungi Aditya, semua tentang dia hilang yang di akhiri oleh dirinya. Libur kuliah yang singkat saat hari raya menjadi renungan yang sangat dalam bagiku dengan kesendirian ku. Hingga aku berpikir kembali untuk dapat meminta maaf kepadanya dan bisa memulai semuanya karena aku tidak bisa bertahan di Jogja sendiri dengan kuliah ku. Aku seperti menyesali ucapan ku, lalu berniat untuk dapat  bertemu dengannya dan berbicara banyak dan memutuskan untuk menerimanya.

Tapi semua itu sangat konyol, Aditya sudah tidak bekerja di hotel dan rumah itu pun sudah tidak ada yang menghuninya. Aku seperti menyesali diriku, lalu masalah-masalah lain muncul dalam hidupku selama itu. Uang kuliah yang harus ku bayar, uang kos yang sudah mau mulai tahun baru, biaya makan yang sudah menguras uang tabungan ku menjadikan ku semakin gila. Aku tidak memiliki seseorang pun untuk menyandarkan diriku atau pun sekedar mengeluh agar terasa ringan masalah ku. Dalam masa ini aku mengutuk diriku, rasa kecewa yang ku berikan pada seseorang yang tulus kepadaku telah menyakiti ku. Aku meninggalkan kos dan tidur di sebuah ruangan sekretariatan organisasi jurnalistik ku, barang seadanya yang tersimpan di kos mulai aku titipkan ke semua kos teman-teman ku. Untungnya tidak begitu banyak barang yang ku miliki, sehingga beberapa orang teman mau menampung barang ku dan aku mulai tidur di ruang organisasi itu.

Kuliah yang tidak bisa aku lanjutkan karena uang yang ku miliki tinggal seadanya, aku berpikir jika aku membayar kuliah dengan uang itu maka bagaimana aku bisa hidup setelah nya. Akhirnya aku memutuskan untuk cuti kuliah dan berpikir untuk kerja sambil mengumpulkan uang dan kembali kuliah. Tapi ternyata masalah ini terdengar oleh orang tuaku, mereka sangat khawatir kepada ku walupun aku coba jelaskan aku baik-baik saja mereka tetap menyuruh ku untuk pulang ke kampung. Tidak ada pilihan bagiku, aku tidak bisa meyakinkan mereka lagi karena sepupu Wahyu terus memberikan kabar kepadanya dan sampai ke orang tua ku. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang namun tetap berpikir untuk kembali meneruskan kuliah yang sudah aku mulai ini. Lalu dalam rasa takut dan cemas ku tentang pikiran orang tua yang anak menikahkan ku, aku sepertinya melakukan kesalahan ketika pulang.





Begitulah kisah ku bersama Aditya Pratama nama samarannya.


Dalam hidup ku Aditya adalah salah tiga dari orang yang aku pikir aku menyukainya atau mereka yang menyukai ku. Selain Aditya, Kisah hubungan ku bersama pria terkadang memulainya dengan kata suka atau cinta adalah BRAMANTYA dan ANGGA.
dua orang ingin adalah bagian kisah baik namun aku harus menyakiti orang-orang ini kembali karena ke egoisan ku. Namun jika boleh berprasangka, mungkin aku lah yang tersakiti oleh kisah-kisah itu.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts